bayang bayang panjang



Daun menatap seteLah hujan reda
Kemana perginya deru angin yang menyebarkan uap jerami dari Ladang Ladang terbuka
Sementara Laut hijau diceLah jari jari hari
Tiba tiba bangkit memancangkan tiang tiang diberanda rumah tinggaL

Barang kaLi dia kembaLi kepada ombak
Ibu kandung yang menyusui sampai dewasa
Kemudian menjadi badai yang bakaL menyinggahkan bayang bayang panjang disetiap pantai

Slamatan Hari Kelahiran (neton) Pada Masyarakat Jawa (malang selatan).

Masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk khususnya dalam hal budaya, banyak sekali budaya yang telah muncul dan berkembang hingga sekarang dan tak sedikit pula yang telah hilang ditelan jaman. Salah satu budaya yang masih exist adalah budaya selamatan pada masyarakat jawa. Terlebih selamatan hari kelahiran atau masyarakat jawa sering menyebutnya dengan ”netonan”.

Selamatan sendiri bermula dari kata selamet = selamat, bentuk ucapan syukur pada Yang Maha Kuasa. Sedangakan Netonan berasal dari kata neton atau netu=metu / keluar, jadilah istilah ini menjadi sebutan hari kelahiran sang jabang bayi. Selamatan ini dilakukan pada saat hari kelahiran itu tiba, bila masyarakat modern sering menyebutnya dengan hari ulang tahun.

Budaya netonan masih sering dijumpai di masyarakat pedalaman atau masyarakar pesisir, hal ini dikarenakan salah satunya dengan belum merambahnya modernisasi. Selain itu masyarakat jawa mayoritas masih mencampurkan budaya islam dengan budaya hindu. Hal ini diakulturasikan dalam selamatan disana tersirat sebuah bentuk persembahan kepada adam dan hawa serta dewi sri dan dewa bumi (bisa didengarkan disaat salah seorang tokoh menhaturkan sesaji itu). Pada netonan sendiri sesaji yang digunakan adalah segelas air kembang bisa 3 rupa, lima rupa dan tujuh rupa berjumlah ganjil, api arang serta kemenyan dan bubur dengan berbagai bentuk/warna berjumlah lima piring kecil. Arti dari lima bubur yang berbeda tersebut adalah jumlah hari dalam penanggalan suku jawa yaitu; pon, wage, kliwon, legi dan pahing.

Selamatan ini cukup dilakukan oleh satu orang saja, tata cara selamatan ini yaitu dengan meletakkan lima piring bubur diatas meja bersama dengan segelas air kembang selanjutnya kemenyan diletakkan di api arang, bersamaan pembakaran kemenyan sanak saudara dari sang bayi atau lebih sering bapak membacakan alfatiha dilanjutkan dengan surat-surat pendek dan setelah itu dibacakan do’a dalam bahasa jawa. ”Makanan bubur dan segelas air kembang tadi bisa dimakan hanya saja menunggu setelah kurang lebih 2-3 jam, hal ini ditujukan agar ada kesempatan menghisap sari dari makanan yang telah dipersembahkan tadi” kata seorang tokoh masyarakat setempat. Selamatan ini ditujukan untuk memperingati hari kelahiran atau neton sang anak, dengan harapan semoga hari-hari yang akan dilalui sang anak selanjutnya akan berjalan lancar sehat wal afiat dan tanpa godho rencono”atau halangan dan rintangan.

Seberapa urgent budaya ini terhadap kehidupan masyarakat tak lebih penting dibanding dengan selamatan orang meninggal / mati. Karena selamatan ini hanya diperingati cukup satu tahun sekali.

http://presidenpers.blogspot.com