"satu abad komik francophone"

UKM LENTERA UMM With CCCL (lembaga komik prancis) Dukung Perkembangan Komik
Eksistensi Komik Indonesia Masih Timbul Tenggelam


Malang, Mengembangkan dunia komik tidak perlu berharap langsung menjadikannya sebuah industri. Menjadikan komik sebagai sarana mengekspresikan segala sesuatu hal dinilai akan tetap menjamin eksistensi seni dan budaya komik di suatu negara. Apalagi dengan dukungan penuh pemerintah.

"Di Perancis komik juga belum menjadi sebuah industri seperti Jepang. Hanya saja di sana banyak bermunculan studio-studio independen yang gencar memublikasikan komik, banyak dilakukan festival komik oleh pemerintah dan sebagainya sehingga komik terus bisa berkembang," ujar Direktur Pusat Kebudayaan Perancis Surabaya Christian Gaujac, Senin (5/10), usai membuka pameran 'Satu Abad Komik Francophone' di Anjungan Ken Arok Perpustakaan Umum Kota Malang.

Pameran komik dari negara-negara penutur bahasa Perancis itu (francophone) dipamerkan sebanyak 35 komik karya sejumlah seniman mulai dari era Caran d'Ache, seorang pakar cerita bergambar tanpa dialog, hingga Nicolas de Crecy, pakar teknik ilustrasi.

Menurut Christian, perkembangan komik di Perancis tidak terlepas dari dukungan pemerintah. Dukungan itu tidak melulu hanya dalam bentuk finansial, namun juga dalam bentuk pembinaan, misalnya dengan seringnya dilakukan festival komik. Serta adanya sebuah portal tentang komik yang dibuat Kementerian Luar Negeri Perancis dan Eropa. "Seniman komik di sana juga mulai dari mengisi halaman di harian surat kabar, menjadi komikus buku, mengajar siswa di sekolah, dan sebagainya. Hal-hal itulah yang membuat komikus dan komik tetap bisa bertahan," tuturnya.

Yang penting, menurut Christian, menjadikan komik sebagai upaya mengekspresikan diri terhadap segala sesuatu hal merupakan jalan terampuh mempertahankan eksistensi komik di tengah masyarakat.

"Awalnya pada abad ke-19, komik di Perancis dimulai dari seniman Becassine dengan tujuan politis. Namun, lama-lama komik itu bisa berkembang di berbagai sendi kehidupan baik politik, sosial, sejarah, sarkastik, dan sebagainya," ujar Christian.

Komik Indonesia pernah berjaya menjadi sebuah industri hingga akhir 1970-an. Judul-judul animasi lokal pun merajalela seperti Mahabarata, Mrico, Blobi, Homeland, Janus Prajurit Terakhir, dan sejumlah judul lainnya. Namun secara umum, hingga kini eksistensi komik Indonesia masih timbul dan tenggelam.

Pameran 'Satu Abad Komik Francophone' itu bekerja sama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lentera Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mahasiswa dari UKM Lentera juga menampilkan delapan karya mereka.

"Pameran seni seperti ini diharapkan memberi inspirasi dari pencinta komik di Malang agar bisa terus berkarya seperti komikus- komikus tersebut," ujar Decky, salah satu penyelenggara pameran dari UKM Lentera. (DIA) Foto: 1 Sebanyak 35 komik karya komikus dari negara-negara penutur bahasa Perancis dipamerkan dalam pameran 'Satu Abad komik Francophone' di Perpustakaan Umum Kota Malang, Senin (5/10). Pameran akan berlang- sung hingga Kamis (8/10).

berproses dengan kamera CLR ditanah konflik

Minggu itu hujan deras mengguyur sebagian wilayah kota malang, diam dikosn dan memainkan akal bersama tiga teman, serasa hujan hanyalah sponsor hidup. Disela otak memikirkan strategi, kita saling menertawakan dan mengejek satu sama lain. gak jelas apa yang ditertawakan mulai dari bentuk muka, mimik muka dan ekspresi kekalahan, menjadikan kita hanyut dan tak terasa hujanpun sudah reda. “REMI” pun berakhir dengan skor kemenanganku diurutan kedua! “Hah udah jam empat tho!” aku lupa ada rencana mau hunting foto di batu, tak lama kemudian bergegaslah “manusia-manusia gila” menuju kamar masing-masing, meliahat “peraduanku” yang morat-marit seakan menjadikan ruangan yang seukuran lapangan bola sama halnya gudang yang tentu sangat amburadul.” Jorok banget” gak sadar pikiran itu terbesit, “hahaha..padahal siapa juga yang membuat hancur?” dasar orang gila.

Masa bodoh dengan semua!!! Istirahatlah ragaku di “springbed paling empuk sak ndunyo” kupandangi ke enam lukisan hasil karyaku, tak tahu kenapa pandanganku berhenti pada gambar lukisan empat ekor ikan koi bergaya impresionis realis. “kenapa aku dulu gambar ini, apa artinya? “ dalam hati kutanya, disitu juga kujawab. Dengan gaya bak dalang kujelaskan sendiri tanyaku tadi.hak hak hak..
“lukisan ini memvisualkan indahnya kehidupan ikan berselendang lebar, dengan sisik-sisik yang berkilauan seperti lampu didalam jernihnya tirta, ditambah dengan lembaran-lembaran selendang yang dipegang dikedua tangannya serta yang terikat dikakinya, sekali menari mata ini tak akan “berpindah ke lain hati”. My fish itulah judul yang kuberikan..

Huahaha..grubyak..”uh masya’alloh mana kamera? Mana kamera? “…
Maklum aku punya rencana untuk hunting foto buat bahan lukisan yang akan datang “sok seniman”.wahaha… kamera SLR nikkon tipe jadul udah ditangan, tak seperti kamera para wartawan koran dengan lensa yang panjang, kamera yang kupegang ini tentunya dengan ciri khasny operasional full manual ini hanya mampunyai titik fokus tak lebih dari sepuluh meter saja. “film tinggal sepuluh, motret harus maksimal iki!”…

Sesuai konsep rencana lukisanku, batu adalah tempat yang tepat penuh pemandangan apalagi di sore hari...dengan kamera terselempang. Menujulah kota batu kota”prikitiew”…dikota batu aku singgah dirumah teman, panggil saja yunta, dia hoby motret juga. Karena waktu udah semakin sore kita beranjak menuju lokasi hunting. Kamera DSLR dan sebuah Tripot kamera terkalung dipundak temenku itu. “keren rekk!” biasa, wong ndeso lagi kagum “hemz…”.

Rumah rusak antah berantah penuh lubang bekas peluru dan bom yang meledak tak lain itu rumah tempat buronan kelas wahid “dr.Azhari” digrebek adalah objek pertamaku. Karena Belum puas dan cuaca masih memungkinkan untuk kamera jadul yang tak bawa ini, hikz… dengan motor butut naik kesebuah bukit yang penuh dengan vila. “ wooowww”….. kutengok arah timur “MALANG?” Ungkapan yang wajar melihat malang dengan background gunung semeru menambah keindahan kota malang, dibelakangku banyak vila dengan frame bukit panderman, bukit songgoriti dan lainnya…yunta beraksi dengan DSLR dan tripotny, lah aku beraksi dengan kamera full manual ini. Melihat tanganku mutar-muter lensa, “hahaha” yunta ketawa gak jelas..”nah kudapat sebuah rumah seperti gubuk diseberang tebing. “aha..ini baru…!”

Duh kameraku sudah “under” bahasa keren dalam dunia photographer kuarangnya cahaya sewaktu gambar ditransfer dalam film dan jika diteruskan hasilnya akan jadi gelap... Untung saja yunta meminjamkan snipernya, “sip sip sip” dengan kamera itu kuhajar panorama yang ada…ceprat cepret bareng dengan kilatan lampu flas membuat adrenalin terpacu “mana lagi, mana lagi dan mana lagi?”

“Allahuakbar allahuakbar”.. lafadz pertama adzan magrib terkumandang diberbagai penjuru dan sangat merdu disaat terdengar gema dari bukit belakang kami. foto bareng dengan background hamparan ladang dan gunung-gunung yang menjulang adalah foto penghujung hunting kali ini…aku pulang dengan sisa film delapan klise. Back to malang……..
BATU, 29 NOVEMBER 2009. Thanks to my friend: Yunta Maulana

konco hunting di BATU-MALANG